MENGENAL SAKRAMEN PEMBAPTISAN
PENGANTAR
Kata baptis berasal dari kata Yunani baptizein (kata bendanya:
baptisma), yang berarti membenamkan atau menenggelamkan diri ke dalam air atau
mencuci diri, entah seluruhnya atau sebagian. Dari arti kata ini kita dapat
mengambil suatu pengertian secara sederhana bahwa pembaptisan itu adalah suatu
pembersihan diri dari segala kotoran-kotoran dosa khususnya dosa yang
disebabkan oleh nenek moyang yang juga disebut dosa asal. Pada masa-masa awal
Gereja, orang-orang Kristen memberi diri untuk dibaptis dengan menenggelamkan
diri ke dalam air. Mereka menanggalkan pakaian dan masuk ke dalam air.
Kita juga mengenal dalam tradisi umat Israel adanya berbagai macam
upacara yang mengarah pada arti pembaptisan yang kita pahami sekarang dalam
Gereja Katolik. Upacara-upacara semacam ini misalnya: dalam kitab Bilangan ada
upacara pentahiran yang menggunakan percikan air (Bil 9:17-22), mandi dengan
menenggelamkan diri ke dalam sungai (2Raj 5:14 ; Ydt 12:7). Hal yang lebih
jelas lagi kita lihat dalam pewartaan Yohanes Pembaptis, ia berseru di padang
gurun untuk menyerukan pertobatan “bertobatlah dan berilah dirimu dibaptis dan
Allah akan mengampuni dosamu” (Mat 1:4). Dengan seruan dan pewartaan
ini orang pun datang dan memberi diri dibaptis oleh Yohanes. Pertobatan yang
diwartakan oleh Yohanes Pembaptis ini tidak lain adalah seruan agar semua orang
mempersiapkan dirinya akan kedatangan kerajaan Allah.
ARTI SAKRAMEN PEMBAPTISAN DALAM
HIDUP KRISTEN
Sakramen Pembaptisan merupakan dasar dari seluruh kehidupan
Kristiani, pintu menuju hidup dalam Roh dan pintu yang memberi kemungkinan
untuk menerima sakramen-sakramen yang lain. Melalui pembaptisan kita dibebaskan
dari dosa dan dilahirkan kembali sebagai anak-anak Allah; kita menjadi
saudara-saudara Kristus, dimasukan ke dalam Gereja dan ikut ambil bagian dalam
perutusan Gereja. Baptis adalah sakramen kelahiran kembali oleh air dalam
Sabda. Rahmat yang diterima dalam Sakramen Pembaptisan menyembuhkan keadaan
jiwa “tanpa rahmat” yang disebut dosa asal. Seperti dalam suratnya kepada jemaat
di Roma, Paulus berkata “sebab kamu tidak akan dikuasai lagi oleh dosa, karena kamu tidak
berada di bawah hukum Taurat, tetapi di bawah kasih karunia”(Rm 6:14).
Dengan Sakramen Pembabtisan ini Yesus memberikan hidup baru, hidup
ilahi dan menjadikan kita anak-anak Allah. Dia menyambut kita ke dalam suatu
hidup yang penuh keakraban dengan Tiga Pribadi Ilahi dalam Tritunggal
Mahakudus: Bapa, Putera dan Roh Kudus. “Lihatlah betapa besarnya kasih yang
dikaruniakan Bapa kepada kita, sehingga kita disebut anak-anak
Allah" (1Yoh 3:1). Bersama dengan hidup ilahi yang diterima melalui
rahmat Sakramen Pembaptisan, Kristus memberi kita kekuatan yang memungkinkan
kita untuk bertindak sebagai anak-anak Allah dan tumbuh dalam hidup
ilahi.
Setelah kita dibaptis kita tidak dapat lagi berdoa atau menderita
sendirian. Ketika kita berdoa, kita berdoa kepada Bapa di Surga dan
doa-doa kita akan didengarkan karena persatuan kita dengan Kristus. Penderitaan
yang kita alami di dunia ini bukan lagi sesuatu yang sulit dicari jalan keluarnya,
tetapi oleh rahmat pembaptisan yang telah mengangkat kita menjadi anak-anak
Allah, kita dapat berseru kepada Bapa kita yang ada di Surga. “Sekarang aku bersukacita
karena aku boleh menderita karena kamu dan menggenapkan dalam dagingku apa yang
kurang dalam penderitaan Kristus untuk tubuh-Nya yaitu jemaat.” (Kol 1 : 24) Sehingga
dalam penderitaan apapun yang kita alami dalam kehidupan kita, kita harus
bersyukur, karena semuanya itu boleh kita rasakan sebagai keikutsertaan kita
dalam penderitaan Kristus. Melalui Sakramen Pembaptisan atau oleh rahmat
pembaptisan juga kita dipersatukan dengan Roh Kudus yang memampukan kita
menyadari akan arti dari hidup kita.
SAKRAMEN BAPTIS SEBAGAI SAKRAMEN KESELAMATAN
Menurut St. Paulus, mengambil bagian dalam wafat dan kebangkitan
Kristus merupakan pokok Sakramen Pembaptisan:
“Kita telah dikuburkan bersama-sama
dengan Dia oleh baptisan dalam kematian, supaya kita sama seperti Kristus telah
dibangkitkan dari antara orang mati oleh kemuliaan Bapa sehingga dengan demikian
kita juga akan hidup dalam hidup yang baru” (Rm 6:4).
Dengan kata lain, yang dibaptis dalam Kristus telah mengenakan dan
menjadikan Kristus sebagai pusat hidupnya. Hal yang sama, St. Paulus
menghimbau umat-umat di Kolose, “Bersama Kristus kamu dikuburkan dalam baptisan
dan di dalam Dia kamu turut dibangkitkan juga oleh kepercayaanmu kepada kerja
kuasa Allah, yang telah membangkitkan Dia dari antara orang mati” (Kol 2:12).
Tuhan sendiri mengatakan bahwa pembaptisan itu sangat perlu untuk
keselamatan. Karena itu, Ia memberi perintah kepada para murid-Nya, untuk
mewartakan Injil dan membaptis semua bangsa. Pembaptisan itu perlu untuk
keselamatan orang-orang, yang kepadanya Injil diwartakan dan yang mempunyai
kemungkinan untuk memohon sakramen ini. Gereja tidak mengenal sarana lain dari
pembaptisan, untuk menjamin langkah masuk kedalam kebahagiaan abadi. Oleh
karena itu dengan rela hati ia mematuhi perintah yang diterimanya dari Tuhan,
supaya membantu semua orang yang dapat dibaptis untuk memperoleh “kelahiran
kembali dari air dan Roh.”
Tuhan telah mengikat keselamatan pada Sakramen Pembaptisan, tetapi
Ia sendiri tidak terikat pada sakramen-sakramen-Nya (katekismus Gereja Katolik
Art. 1257). Lalu bagaimana dengan para martir yang belum sempat menerima pembaptisan?
Gereja Katolik sudah sejak dahulu yakin bahwa orang yang mengalami kematian
karena imannya akan Yesus Kristus, tanpa sebelumnya menerima Sakramen
Pembaptisan, telah dibaptis untuk dan bersama Kristus oleh kematiannya.
Pembaptisan darah ini menghasilkan buah-buah pembaptisan dan demikian juga
kerinduan akan pembaptisan walaupun tidak merupakan sakramen. Bagi para
katekumen yang meninggal sebelum baptisan, kerinduan untuk menerima Sakramen
Pembaptisan, penyesalan atas dosa-dosanya dan cinta kasih sudah menjadi jaminan
keselamatan yang tidak dapat mereka terima melalui sakramen itu. Karena Kristus
telah wafat bagi semua orang dan panggilan terakhir manusia benar-benar hanya
satu, yakni bersifat ilahi, kita harus berpegang teguh, bahwa Roh Kudus membuka
kemungkinan bagi semua orang untuk bergabung dengan cara yang diketahui oleh
Allah dengan misteri Paska.
Setiap manusia yang tidak mengenal Injil Kristus dan Gereja-Nya,
tetapi mencari kebenaran dan melakukan kehendak Allah sesuai dengan
pemahamannya akan hal itu dapat diselamatkan. Orang dapat mengandaikan bahwa
orang-orang semacam itu memang menginginkan pembaptisan, seandainya mereka
menyadari akan peranannya demi keselamatan.
KONSEKUENSI DARI SAKRAMEN
PEMBAPTISAN
Dalam kitab suci, hasil karya keselamatan disebut sebagai suatu
“kelahiran baru”. Melalui iman dan pembaptisan setiap orang yang beriman
dan umat Allah dijadikan “ciptaan baru”. Oleh karena itu, kita sebagai ciptaan
baru oleh rahmat pembaptisan harus mempunyai suatu semangat untuk menghayati
dan tetap berpegang teguh pada janji pembaptisan.
1. Penghayatan tuntutan pembaptisan
Hidup orang kristen berakar dalam Sakramen Pembaptisan. Oleh
pembaptisan seseorang dikuduskan bagi Allah dan mengingkari dunia serta segala
yang bertentangan dengan pengudusan itu. Lebih tepat dikatakan bahwa dengan
pembaptisan, dimulailah proses pengudusan dan pengingkaran dalam diri
seseorang. Kekudusan memang merupakan hasil pembaptisan tetapi juga
merupakan tantangan dan tuntutan pembaptisan. Orang yang dibaptis ditantang
untuk bertumbuh terus dalam kesempurnaan karena hal itu merupakan panggilan
bagi semua orang.
Dengan pembaptisan, semua orang diikutsertakan dalam wafat dan
kebangkitan Kristus dan karena itu dipanggil untuk semakin masuk dalam
persekutuan dengan Allah. Manusia dijadikan “ciptaan baru” sejauh dia berada
dalam Kristus (2 Kor 5:17). Berada dalam Kristus dan perdamaian dengan Allah
dimulai dengan pembaptisan. Tekanan khusus yang mau diberikan dalam hidup orang
kristen oleh penerimaan Sakramen Pembaptisan bukanlah soal status, tetapi
bagaimana penghayatan dari Sakramen Pembaptisan itu sendiri. Dengan ikatan
Sakramen Pembaptisan orang dibawa kepada suatu pola hidup yang ditentukan oleh
kerajaan Allah yaitu untuk mati bagi dosa dan menguduskan diri bagi Allah.
2. Pertobatan yang terus-menerus
Inti hidup baru yang dihasilkan oleh pembaptisan merupakan ikatan
perjanjian antara Allah dan manusia. Dari pihak Allah ada rahmat yang tidak
henti-hentinya diberikan untuk menopang manusia dalam mewujudkan panggilannya
menjadi putera Allah dalam Roh Kudus. Dari pihak manusia ada usaha yang
terus-menerus untuk menjawab panggilan itu dengan tidak henti-hentinya berjalan
menuju Allah. Perjalanan untuk mencapai kedewasaan sebagai putera Allah dalam
Kristus merupakan cita-cita yang tidak pernah tercapai sepenuhnya selama
manusia mengembara di dunia ini.
Orang kristen selalu ada dalam perjalanan, ia selalu sedang
“berjalan menuju” dalam usaha yang tidak henti-hentinya untuk mencari kepenuhan
karya Kristus. Pertobatan jangan diartikan hanya sebagai rasa menyesal dan
mohon ampun atas dosa-dosa yang telah dilakukan. Ini hanya satu segi. Segi yang
paling penting lagi ialah mengarahkan diri kepada Allah sebagai arah tujuan
satu-satunya dari perjalanan hidup ini. Orang yang melakukan pertobatan berarti
berbalik membelakangi segala hal yang tidak baik demi mengarahkan langkahnya
kepada satu sasaran saja, yaitu Allah.
3. Menjadi terang dan garam bagi orang di sekitar kita
Dalam menerima Sakramen pembaptisan, para calon baptis akan
diminta untuk menjawab beberapa pertanyaan: apakah engkau percaya akan
Allah Bapa Yang Maha Kuasa, pencipta langit dan bumi? Apakah engkau percaya
akan Yesus Kristus, Putera-Nya yang tunggal, Tuhan kita, yang dilahirkan dari
perawan Maria, disalibkan, wafat dan dimakamkan, bangkit dari mati dan sekarang
duduk di sebelah kanan Bapa? Apakah engkau percaya akan Roh Kudus, persekutuan
para kudus, pengampunan dosa, kebangkitan badan dan hidup yang kekal? Serta
berjanji untuk menolak setan dan segala kesia-siaannya.
Pengungkapan janji ini merupakan suatu ikatan bahwa kita telah
dijadikan sebagai anak Allah dan dengan kekuatan rahmat Allah melalui Roh Kudus
lewat Sakramen Pembaptisan memampukan kita untuk berjalan menuju Allah. Perlu
disadari juga bahwa setelah kita menerima Roh Kudus lewat Sakramen Pembaptisan,
kita diutus ke tengah dunia untuk menjadi saksi akan kehadiran Allah dalam
kehidupan kita oleh Yesus Kristus. Kehadiran seorang yang sudah dibaptis dalam
nama Tuhan Yesus harus menjadi terang dan garam bagi orang yang dijumpainya.
Mampu menerangi hati orang yang sedang dalam kegelapan dan menggarami hati
setiap orang yang terasa hambar.
PENUTUP
Dalam dosa, manusia mendahulukan dirinya sendiri daripada Allah
dan dengan demikian mengabaikan Allah; ia memilih dirinya sendiri melawan
Allah, melawan kebutuhan-kebutuhan keberadaannya sendiri sebagai makhluk dan
juga dengan demikian melawan kesejahteraan sendiri. Manusia diciptakan dalam
kekudusan, manusia ditentukan untuk di-ilahi-kan sepenuhnya oleh Allah dalam
kemuliaan. Namun, karena kesombongan dari diri manusia sendiri, ia hendak
menjadi seperti Allah, ingin tahu segala sesuatu sehingga akhirnya jatuh kepada
ketidaktaatan akan perintah Allah. St. Paulus mengatakan: ”Oleh ketidaktaatan satu orang,
semua telah menjadi manusia berdosa.” (Rm 5:19) Sama seperti dosa telah
masuk ke dalam dunia dan oleh dosa itu juga maut, demikianlah maut itu telah
menjalar kepada semua orang, karena semua orang telah berbuat dosa. Namun
karena begitu besar kasih Allah kepada manusia yang hakikatnya setara dengan
Allah, Ia rela turun ke dunia melalui Putera-Nya Yesus Kristus, untuk
mengangkat kembali keadaan manusia yang telah jatuh kedalam dosa. Pendamaian
antara Allah dan manusia melalui Yesus ini, diwujudkan dalam Sakramen
Pembaptisan yang menjadikan kita kembali menjadi anak-anak Allah, oleh karena
kita anak-anak Allah maka kita juga akan masuk ke dalam ahli waris kerajaan
Surga.
www.carmelia.net © 2008
Komentar
Posting Komentar