Mengapa Salib Katolik ada Corpusnya?
Mengapa Salib Katolik ada Corpusnya?
Ada
sejumlah orang mempertanyakan mengapa salib di Gereja Katolik adaCorpus-nya
(patung tubuh Yesus-nya) sedangkan salib pada gereja-gereja non Katolik tidak
ada Corpus-nya. Kebanyakan pertanyaan ini berhubungan dengan
anggapan bahwa:
1) kalau
begitu Gereja Katolik percaya kepada Yesus yang wafat, bukan kepada Yesus yang
bangkit;
2) karena
ada Corpus-nya, maka Gereja Katolik menyembah berhala.
Tentu saja
kedua anggapan ini keliru.
1.
Pertama, pengakuan iman Gereja Katolik
telah dinyatakan secara jelas dan eksplisit dalam Syahadat para Rasul, yaitu:
Aku percaya … akan Yesus Kristus, Putera Allah yang tunggal, yang dikandung
dari Roh Kudus, dilahirkan oleh Perawan Maria, yang menderita sengsara….,
disalibkan, wafat dan dimakamkan…., pada hari ketiga Ia bangkit …yang naik ke
Surga… Maka tidak benar, jika Gereja Katolik hanya percaya kepada Kristus yang
wafat.
2.
Kedua, walaupun Gereja Katolik
menghormati salib Kristus itu, namun yang dihormati bukan patung Yesus di
salib tersebut, tetapi Pribadi Yesus yang digambarkan oleh patung salib itu.
Ini disebut dulia-relatif. Oleh karena itu, penghormatan kepada
Salib Kristus bukanlah berhala, sebab yang dihormati tetaplah Kristus Tuhan
yang digambarkan olehCrucifix (Corpus) itu, dan bukan
patung-nya itu sendiri.
Memang
penggambaran salib yang ‘polos’ (tanpa corpus) atau salib
dengan corpus, seolah memberikan penekanan makna yang berbeda.
Salib yang polos sepertinya lebih menekankan kepada Kristus yang bangkit,
sedangkan salib dengan corpus menekankan kepada pengorbanan
Kristus sampai kepada wafat-Nya. Sebagai sesama murid Kristus, tentu kita
sama-sama mengimani Kristus yang wafat dan bangkit. Namun jika Gereja Katolik
memilih penggambaran corpus Kristus di salib, itu karena
penggambaran tersebut lebih jelas menyampaikan inti ajaran Kristiani
sebagaimana dikatakan oleh Rasul Paulus:
“Aku telah memutuskan untuk tidak mengetahui apa- apa di
antara kamu, selain Yesus Kristus, yaitu Dia yang disalibkan.” (1Kor 2:2)
Rasul Paulus mengajarkan bahwa
pewartaan iman Kristiani adalah iman akan Kristus yang disalibkan, sebab dengan
salib suci-Nya inilah Yesus telah menebus dosa umat manusia.
Maka,
setidak-tidaknya, ada 4 alasan mengapa penggambaran corpus Kristus
di salib lebih mengarahkan kita agar semakin menghayati ajaran iman kita:
1.
Corpus Kristus
itu mengingatkan kita kepada penggenapan nubuat para nabi akan Sang Mesias yang
menderita, dalam diri Kristus. “Ia dihina dan dihindari orang, seorang yang
penuh kesengsaraan dan yang biasa menderita kesakitan; ia sangat dihina, ….
Tetapi sesungguhnya, penyakit kitalah yang ditanggungnya, dan kesengsaraan kita
yang dipikulnya, padahal kita mengira dia kena tulah, dipukul dan ditindas
Allah. Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh
karena kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita
ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh… (Yes 53:2-5)
2.
Corpus Kristus
itu mengajarkan kita akan keadilan Allah. Sebab Kristus yang tersalib mengingatkan
kita akan kejamnya akibat dosa kita, hingga Allah sendiri harus mengutus
Kristus Putera-Nya untuk menanggung sengsara dan wafat sebagai tebusan
dosa-dosa kita (lih. Gal 3:13). Kesadaran akan hal ini mendorong kita menjauhi
dosa, sebab kita mengetahui bahwa dosa-dosa kitalah yang menyebabkan
sengsara-Nya.
3.
Corpus Kristus
itu mengajarkan kita akan kasih Allah yang tak terbatas. Sebab Kristus sendiri
mengatakan, “Tiada kasih yang lebih besar daripada kasih seorang yang
menyerahkan nyawanya bagi sahabat-sahabatnya” (lih. Yoh 15:13). “Kristus,
terima kasih, Engkau mau menderita dan wafat di salib untuk menebus
dosa-dosaku”, biarlah doa singkat ini menjadi seruan hati kita setiap kali
memandangcorpus Kristus yang terentang di kayu salib itu.
4.
Corpus Kristus
itu mengingatkan dan mendorong kita agar kita-pun mau mengasihi, memberikan
diri kita kepada orang lain tanpa pamrih, rela berkorban dan tak mudah putus
asa dalam memikul salib kita sehari-hari (lih. Luk 9:23). Sabda Tuhan dalam
Injil Yohanes mengajarkan agar kita saling mengasihi seperti Kristus telah
mengasihi kita, “Demikianlah kita ketahui kasih Kristus, yaitu bahwa Ia telah
menyerahkan nyawa-Nya untuk kita; jadi kitapun wajib menyerahkan nyawa kita
untuk saudara-saudara kita.” (1 Yoh 3:16) Tak mengherankan bahwa dengan
merenungkan makna Kristus yang tersalib inilah, para martir dan Santa- Santo,
dengan rela menyerahkan segala-galanya demi iman mereka akan Kristus.
Nah, maka
penggambaran Kristus yang tersalib, tidak berarti bahwa kita umat Katolik hanya
percaya kepada Kristus yang wafat. Tentu saja kita percaya kepada Kristus yang
wafat dan bangkit, namun penggambaran corpus Kristus di salib,
lebih jelas mengingatkan kita akan penebusan Kristus yang dicapai melalui
sengsara dan wafat-Nya. Sebab tidak mungkin ada kebangkitan Kristus tanpa
sengsara dan wafat-Nya di salib. Selanjutnya penggambaran corpus Kristus
ini adalah untuk mendorong kita agar kitapun rela berkorban untuk mengasihi
Tuhan dan sesama. Maka corpus Kristus di salib itu, jika
direnungkan maknanya, sesungguhnya mengingatkan kita akan dalamnya makna hukum
cinta kasih, yang menjadi inti ajaran Kristiani. Yaitu, karena begitu besarnya
kasih Allah, kita diselamatkan oleh Kristus Putera-Nya, dan kitapun dipanggil
untuk mengasihi Allah dan sesama seperti Dia mengasihi kita.
Akhirnya,
berikut ini adalah doa yang dianjurkan oleh Gereja, saat kita
memandang salib Kristus:
“Lihatlah kepadaku, Tuhan Yesus yang
baik dan lemah lembut, di hadapan-Mu aku berlutut dan dengan jiwa yang berkobar
aku berdoa dan memohon kepada-Mu agar menanamkan di dalam hatiku, citarasa yang
hidup akan iman, pengharapan dan kasih, pertobatan yang sungguh dari
dosa-dosaku, dan kehendak yang kuat untuk memperbaikinya. Dan dengan kasih dan
dukacita yang mendalam, aku merenungkan kelima luka-luka-Mu, yang terpampang di
hadapanku, yang tentangnya Raja Daud, nabi-Mu, telah menubuatkan perkataan ini
yang keluar dari mulut-Mu, ya Tuhan Yesus: “Mereka telah menusuk tangan-Ku dan
kaki-Ku; mereka telah menghitung semua tulang-Ku….”
Amin.
Komentar
Posting Komentar